Resensi oleh Noviane Asmara
DARK REUNIONPenulis : L.J. Smith
Penerjemah: Nengah Krisnarini
Penyunting: Dian Pranasari
Pewajah Isi: Dinar Ramdhani Nugraha
ISBN : 978-979-024-247-0
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 321 Halaman
Harga : Rp 39.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan: I, Maret 2011
“Aku sudah menunggumu,” kata makhluk yang mengenakan gaun Elena, Makhluk abu-abu kerempeng dengan gigi yang panjang dan berantakan. “Dengarkan aku, Bonnie.” Makhluk itu menahan Bonnie dengan kekuatan yang luar biasa.
“Kamu bukan Elena! Kamu bukan Elena!”
“Dengarkan aku, Bonnie!”
Itu suara Elena, suara Elena yang sesungguhnya. Suara yang berasal dari suatu tempat di belakang Bonnie bagai angin dingin yang segar,”Bonnie dengarkanlah sekejap saja―”
“... Pria itu membelokkan hal-hal, mengubahnya. Aku tidak sekuat dirinya ...”
“... tetapi ini penting. Kamu harus mencari ... sekarang.” Suara Elena mulai menghilang.
Kematian Elena telah berselang hampir enam bulan, dan selama waktu itu pula kehidupan di Fell’s Church berjalan normal dan aman.
Tapi kini, keadaan mencekam kembali menyelimuti Fell’s Church. Teror kembali terjadi bertubi-tubi. Dan korbannya adalah para gadis muda penduduk Fell’s Church yang bersekolah di Robert E. Lee.
Ironisnya, teror pertama terjadi di tengah pesta kejutan perayaan ulang tahun Meredith. Pesta yang bermula ceria, penuh dengan tawa dan menghangatkan hubungan pertemanan antara Caroline, Bonnie dan Meredith yang sempat menegang, berakhir dengan tragis.
Sue Carson, teman satu sekolah mereka yang juga adalah Putri Homecoming bersama Elena, yang diundang di pesta itu, ditemukan tewas. Tewas dengan cara yang mengenaskan―terjatuh dari balkon. Vickie Bennett yang juga berada di pesta tersebut menjadi syok akibat kematian yang menimpa Sue. Dan ia dituduh menjadi penyebab matinya Sue.
Bonnie, yang mempunyai kekuatan supernatural, dan kian matang dalam ‘kelebihan’-nya itu, merasakan sesuatu yang berbau horor, sadis, misteri dan gaib. Horor yang meledakkan pesta Meredith menjadi pemakaman.
Teror tidak berhenti dengan matinya Sue Carson. Kematian pun terus membayangi para gadis-gadis Fell’s Church. Vickie Bennet yang terguncang jiwanya pun, akhirnya ditemukan tewas di kamarnya dengan tubuh terkoyak dan darah berceceran menghiasi setiap sudut kamarnya.
Ketika Caroline memilih untuk meninggalkan Fell’s Church demi menghindar dari teror, Bonnie, Meredith bersama Matt, berusaha menemukan dan menelusuri siapa dalang di balik semua teror yang terjadi.
Stefan dan Damon pun sepakat membantu mereka. Duo kakak beradik Salvatore ini yang dulu selalu berseteru dan berusaha saling membunuh satu sama lain, kini bersatu demi menyelamatkan penduduk Fell’s Churh dari teror monster misterius.
Penyidikan mereka mengarah pada teman sekolah mereka yang dahulu pernah melecehkan Elena. Tyler Smallwood.
Tyler yang selama ini dikenal sebagai seorang murid yang menyebalkan dan kerap melecehkan murid perempuan, ternyata menyimpan catatan keluarga yang kelam. Dan ia tidak dapat menolak takdirnya. Takdir yang harus ia terima turun temurun dari moyangnya.
Tapi ternyata, ketika Tyler sudah tak berdaya pun, teror masih terus berkembang dan menjalar semakin parah. Dan kini nyawa Caroline berada di ujung tanduk.
Caroline ditawan oleh satu sosok yang ingin melihat duo Salvatore ini hancur. Sosok yang telah membuat Elena jauh dari Stefan. Sosok yang berkaitan dengan masa lalu kedua vampir Salvatore yang tampan ini.
Sosok yang sangat kuat luar biasa. Kejam dan tanpa ampun. Sosok yang sudah sangat lama datang dan berada di tengah-tengah penduduk Fell’s Church.
Dialah sang penjagal yang sangat menikmati saat membunuh korban-korbannya. Dia yang hanya dapat dibunuh oleh kayu ash white.
Mimpi yang Bonnie alami di awal cerita tentang sesuatu hal buruk yang akan terjadi pada penduduk Fell’s Church dan juga teman-temannya akan bahaya yang dari dulu sudah mengintai mereka dan akan meledak dalam waktu dekat ini, sudah berusaha disampaikan oleh Elena kepadanya lewat alam bawah sadarnya.
Tapi mimpi itu tak separah dan tak sedasyat yang terjadi di alam nyata. Penduduk Fell’s Church harus membayar mahal demi menghentikan teror itu.
Buku keempat dari seri The Vampire Diaries ini, begitu penuh dengan ketegangan. Aroma darah dan kematian bertebaran di mana-mana. Pertengkaran kerap hadir dalam setiap adegannya. Perseteruan diantara sahabat dan perseteruan kakak beradik. Tapi kisah ini pun begitu manis dengan warna romansa yang terurai. Jalinan kasih antara Stefan dan Elena yang tetap membara seperti sebelum-sebelumnya, perasaan rindu yang dirasakan Meredith terhadap Alaric Saltzman kekasihnya, juga percikan-percikan asmara yang mulai terjalin antara Bonnie dan Matt.
Kesemuanya ini tersaji begitu indah dan sempurna dalam buku yang kovernya berhiaskan Stefan, sang adik kecil-nya Damon.
Alur yang cepat, bahasa yang indah, suntingan yang pas dan keseruan yang tertuang dalam kisah ini membuat saya benar-benar tidak bisa berhenti membacanya hingga tuntas.
Ada satu adengan yang menjadi adegan favorit saya dalam buku ini.
“baiklah, tetapi ke mana? Tunggu sebentar, bagaimana dengan asrama...?” suara Bonnie menghilang. Ada sebuah mobil hitam kecil parkir di hadapannya. Sebuah mobil buatan Italia, anggun, mengilap dan terlihat seksi. Seluruh kaca jendelanya gelap, yang sebenarnya illegal; kamu tidak bisa melihat ke dalamnya. Lalu Bonnie melihat logo kuda di belakang mobil itu.
“Ya, Tuhan.”
Stefan melirik itu tanpa ekspresi. “Ini milik Damon.”
Tiga pasang mata memandangnya dengan terkejut. “Milik Damon?” seru Bonnie, mendengar lengkingan di suaranya. Dia berharap maksud Stefan adalah Damon meminjamkannya kepadanya.
Namun, jendela mobil turun dan mengungkapkan rambut hitam yang sama memukau dan mengilapnya seperti cat mobil itu, kacamata hitam yang memantulkan bayangan, serta senyuman yang menyingkapkan gigi-gigi yang sangat putih. “Buon giorno,” kata Damon dengan santai. “Ada yang perlu tumpangan?”
“Ya, Tuhan..,” jerit Bonnie dan saya kompak histeris berbarengan. (hahaha)
Yah... memang tidak dapat dipungkiri, bahwa saya adalah fans berat Damon. Saya tidak peduli. Bagi saya, siapapun Damon, bagaimana pun kelakuannya dan apapun yang dikerjakannya bahkan sampai hal-hal remeh sekalipun, selalu meninggalkan bekas yang mendalam di hati saya. Kerap saya bersorak dan tak sedikit saya melonjak senang disertai rasa gemas dan deg-degan kala Damon melakukan sesuatu yang membuat saya tersentuh dan membuat saya serasa berada dekat sekali dengan Damon.
Bahkan saya sempat merasakan sakit hati yang mendalam pada Stefan akan perlakuannya pada Damon yang menurut saya tidak adil.
Penasaran dengan Damon? Ups! Penasaran dengan cerita Dark Reunion ini? Silahkan buktikan dengan bertualang sendiri dan siap-siap terhanyut dalam kisah memukau yang telah difilmkan dan menjadi serial TV terpopuler di Amerika saat ini.
Lencana bintang empat saya persembahkan untuk buku ini dan lencana bintang lima saya sematkan di jaket Damon untuk aksinya yang sangat keren, plus setangkai bunga mawar sebagai bonus, beserta surat pernyataan; bahwa saya, Ine Noviane Asmara bersedia menjadi donor untuk Damon Salvatore ^ _ *
0 comments:
Post a Comment