Resensi : Noviane Asmara
Penulis : Barbara Quick
Penerjemah: Maria M. Lubis
Penyunting: Ida Wajdi
Pewajah Isi: Hadi Mahfudin
ISBN : 978-979-024-472-6
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 272 Halaman
Harga : Rp 40.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan: I, Maret 2011
“Aku ingin pergi ke Universitas Bologna, Papa. Aku ingin mempelajari kedokteran.”
“Aku ingin mempelajari tubuh manusia sendiri dan mempelajari rahasia-rahasia cara kerjanya―segalanya yang tersembunyi di balik daging.”
Itulah kalimat yang terlontar dari mulut manis seorang gadis lima belas tahun, saat orangtuanya mengatur perjodohan untuk dirinya.
Alessandra Gilliani seorang gadis berotak cemerlang dan berpikiran maju. Ia terlahir di abad keempat belas. Abad di mana bagi seorang perempuan haram hukumnya untuk sekolah tinggi, apalagi sampai pada jenjang universitas. Kala itu hanya ada dua pilihan untuk kaum perempuan; menjadi Biarawati atau menikah dan menjadi istri yang baik dengan melahirkan banyak anak.
Hal tersebut tidak berlaku untuk Zan-Zan, panggilan kecil Alessandra. Lahir sebagai anak kedua dan merupakan anak perempuan tertua, tidak menjadikan ia seorang yang penurut.
Hari-hari yang ia lalui lebih banyak ia habiskan di bengkel percetakan ayahnya, yang mempunyai usaha penerbitan buku.
Buku adalah kecintaannya. Hampir semua buku di perpustakaan ayahnya dan buku yang hendak diterbitkan oleh ayahnya, sudah ia baca. Melalui buku ia tahu kehidupan dunia luar.
Sayangnya takdir yang menjadikan ia seorang perempuan, membuat langkahnya terpenggal. Cita-citanya untuk sekolah di Universitas Bologna, ditentang oleh ayahnya, terlebih oleh Ursula, Ibu tirinya yang kejam.
Ursula selalu berusaha menyingkirkan Alessandra dari kehidupan keluarganya, karena ia merasa Alessandra adalah duri dalam daging baginya. Alessandra yang tidak pernah mau memanggil dirinya “Ibu”. Berbeda dengan kakak lelakinya Nicco dan kedua adiknya Pierna dan Dodo. Mereka disayang oleh Ursula karena sikap mereka yang manis dan tidak menganggapnya sebagai ibu tiri.
Alih-alih dikirim ke Universitas Bologna, Alessandra dikirim ke Biara untuk belajar, sebagai bekal menikah kelak.
Ditemani Emilia, pengasuh setianya, Alessandra menghabiskan waktunya di biara. Tidak ada hal yang menarik minatnya di biara. Ia hanya belajar sekedarnya sambil diam-diam menyusun rencana untuk melarikan diri dari biara.
Hari itu tiba. Setelah enam bulan terkungkung di biara, Alessandra berhasil kabur dengan cara yang elegan―membohongi pihak biara kalau ada hal buruk yang sedang menimpa keluarganya.
Dibantu oleh seorang teman lama, akhirnya Alessandra berhasil kabur. Bukan rumah orangtuanya yang ia tuju, akan tetapi Bologna yang ia datangi.
Alessandra bersama Emilia menjalani kehidupan berat di kota itu. Dan untuk bebas melakukan yang ia mau, maka Alessandra pun hatrus berubah penampilan menjadi seorang pemuda. Alessandro dan Emilio telah muncul, menutupi penyamaran dari wujud sebenarnya.
Alessandra menjadi terkenal di kalangan para mahasiswa, berkat kecerdasan dan kecermelangan otaknya.
Suatu hari Alessadra berhasil pindah ke rumah orang yang menjadi panutannya sejak dulu. Dia adalah Mondino de’Liuzzi, sang dokter terkenal yang juga dosen di Universitas Bolognya itu. Dokter yang telah menulis buku Anatomia yang duplikatnya dibuat dan diterbitkan oleh penerbitan ayah Alessandra, Carlo Gilliani. Kediaman Mondini membuatnya benar-benar teringat rumahnya sendiri di Persiceto, dan ia merasa senang.
Terdapat beberapa mahasiswa yang tinggal di kediamannya Dokter Mondino selain Alessandra―Sandro. Ada Bene seorang anak tukang jagal yang dikirim sebagai perwakilan dari desanya dengan menggunakan dana yang dikumpulkan secara swadaya oleh warga desa.
Kemudina ada Otto, si pemuda tampan dan berkelas yang berasal dari kalangan atas. Otto yang berteman dekat dengan Sandro dan menyayanginya seperti adik lelakinya.
Kehidupan Alessandra sebagai Sandro tidak lantas mulus. Penyamarannya beberapa kali hendak terbongkar. Dan itu dimanfaatkan oleh orang-orang yang iri padanya untuk memerasnya dan menjadikan kelemahannya.
Alessandra pun harus berjuang menghadapi menstruasi pertamanya di tengah-tengah kesendiriannya, tanpa ada Ibu atau saudara perempuan tempatnya bertanya.
Alessandra yang kini menjadi asisten kepercayaan Dokter Mondino, berkat keahliannya dalam membuat sayatan dan membedah mayat; manusia ataupun hewan.
Di sini kita juga akan disuguhi adegan romantis yang mirip dengan adegan telenovela atau sinetron-sinetron Indonesia. Adegan romantis yang penuh dengan kejutan-kejutan yang sebenarnya mudah untuk ditebak. Kisah percintaan Alessadra yang membara dan menguar hasrat yang kuat. Dan akhir kisah cinta Alessandra pun memang sangat telenovela dan pastinya memuaskan hati para pembacanya.
Tetapi akhir dari kisah Allessadra Gilliani ini, sedikit menggantung dan membuat hati miris. Bagaimana tidak, perjuangan yang Alessandra hadapi dan sejuta pengorbanan yang ia lakukan, tidak diapresiasi oleh masyarakat di saat itu. Bahkan sebutan dan tuduhan “Penyihir” lah yang dikecamkan oleh orang-oarang kepada dirinya.
Hanya satu perkataan yang Alessandra lontarkan di tengah sakit yang ia alami.
“Aku tidak mau dilupakan”.
Dan memang kita tidak akan pernah bisa melupakan sosok perempuan yang begitu banyak menginspirasi kehidupan perempuan-perempuan lainnya di masa sekarang, atas kecermelangannya dan atas sumbangsihnya pada dunia kedokteran.
Sosok yang bertekad kuat dan berpendirian teguh. Sosok yang berani mengambil risiko apapun dengan mendobrak adat dan tradisi yang berlaku bagi kaumnya, demi sebuah kecintaannya yang besar terhadap literature dan ilmu pengetahuan.
Barbara Quick adalah lulusan dari University of California at Santa Cruz (UCSC). Dia mengambil jurusan Bahasa Inggris dan Prancis. Sempat menjadi tukang kebun sebelum akhirnya bekerja sebagai Editor dan kemudian menjadi Penulis Senior untuk UC Barkeley. Buku pertamanya, Northern Edge, diterbitkan pertama kali pada tahun 1990. Untuk menulis buku A Golden Web ini, ia melakukan perjalanan menyeluruh ke Bologna dan tempat-tempat sejarah yang sekiranya diyakini pernah dijadikan tempat tinggal oleh Alessandra Gilliani.
0 comments:
Post a Comment