Penulis : Kurnia Effendi
Penyunting: Endah Sulwesi
Pewajah Isi: Dinar Ramdhani Nugraha
ISBN : 978-979-024-351-4
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 237 Halaman
Harga : Rp 35.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Serambi
Cetakan: I, Maret 2011
Dear INE...
Kenali diriku melalui kisah-kisah psikologi yang mudah-mudahan mengispirasi hidupmu.
Salam hangat
KURNIA EFFENDI
15/3/11
Begitulah sedikit coretan kecil yang ditorehkan oleh Mas Kef sang penulis Kumcer Anak Arloji di halaman pertama Buku Anak Arloji yang khusus saya pesan melalui www.tokoserambi.com
Saya sempat mencermati kalimat kisah-kisah psikologi yang tertulis di sana. Sempat terbersit di pikiran saya, kalau cerpen-cerpen ini pasti akan sarat dengan muatan psikologi. Dan ternyata hal tersebut memang terbukti benar adanya.
Buku yang memuat empat belas cerita pendek dengan empat belas aroma yang berbeda ini, mengambil cerita diurutan kedua belas sebagai judul bukunya: Anak Arloji.
Walaupun kisah yang ditampilkan antara satu cerita dengan cerita lainnya berbeda dan tidak saling berkaitan, namun terdapat kemiripan di setiap akhir cerita. Di mana setiap cerita akan ditutup dengan cara menggantung, menyisakan tanya bagi para pembacanya.
Penutup yang kadang membuat kedua alis saya bertemu karena harus menafsirkan sendiri maksud yang mengambang. Saya jadi harus meraba maksud yang tersirat di balik setiap akhir cerita yang disuguhkan.
Saya setuju dan sependapat dengan endorsement yang ditulis Alex Komang untuk Anak Arloji ini.
“Membaca cerita dalam buku ini seperti membaca hidup kita sendiri. Kita seperti dirayu dan juga merayu. Tanpa kebencian atau dengki. Full of wisdom.”
Beberapa cerita dalam buku ini, ada yang dengan mudah saya jangkau dan saya pahami, karena alur ceritanya cenderung sederhana. Sebutlah cerita Panggilan Sasha. Cerita yang mengangkat pertentangan batin seorang perempuan yang ingin bekerja demi membantu suami karena alasan klasik; masalah ekonomi, begitu menyentuh dan menyadarkan saya. Betapa ternyata ada yang lebih mulia dari seorang perempuan itu menjadi seorang istri dan Ibu Rumah Tangga saja, dibanding dengan karier yang cemerlang tetapi mengorbankan kehidupan harmonis keluarganya. Walaupun saya bukanlah orang yang pro dengan hal itu. Bagi saya, perempuan yang bekerjapun sama mulianya, tergantung dari niatnya. Dengan catatan, tidak sampai mengabaikan kehidupan anak dan suaminya.
Di buku ini pun, kita juga akan mengalami sensasi tegang dan memualkan ketika membaca kisah yang menurut saya cukup sadis. Bagaimana bisa seorang anak yang susah untuk makan, tiba-tiba selera makannya bangkit hanya karena mencium aroma sup yang dibuat oleh ibunya yang dengan tanpa sengaja sampai memotong jari kelingking ibunya sendiri. Perasaan mual dan jijik sempat menyerang saya, ketika di akhir kisah, Bobby si anak yang susah makan, menyendok potongan daging yang berbentuk jari kelingking dari mangkuk supnya, dan bertanya bolehkah ia memakannya? Sungguh sadis.
Cerita tegang lainnya ketika kita membaca tentang Pertaruhan. Sungguh sebuah kisah dengan pertaruhan yang “gila” hanya demi prestise dan gelar “The Bravest”. Dua orang mahasiswa berani menantang maut dan takdir mereka dengan berbuat konyol, hanya untuk disebut “Sang Pemberani.”
Ada beberapa kisah yang membuat saya sulit untuk memahaminya. Misalnya saja Aromamawar. Entahlah, apakah makna yang saya tangkap dengan yang ingin disampaikan oleh penulisnya itu sama? Hal ini mungkin kembali kepada kurangnya pemahaman saya membaca cerita yang maknanya tersirat tidak tersurat seperti cerpen-cerpen lainnya yang pernah saya baca.
Satu lagi yang membuat saya melongo saat membaca cerita Anak Arloji ini. Cerita yang juga menyisakan Tanya di hati saya. Akankah setiap pasien Dokter Syarief, si dokter kandungan itu mengalami nasib yang sama? Jujur saya tidak tahu. Cerita ini membuat bulu kuduk saya meremang. Bagaimana jika sebuah arloji mahal yang diberikan secara cuma-cuma oleh dokter kandungan itu kesetiap pasiennya setelah proses persalinan berjalan itu adalah sebuah kutukan. Karena hal itu akan menyebabkan kematian si bayi setelah umurnya menginjak dua bulan. Ataukah itu hanya sebuah “kebetulan”? jika memang di dunia ini ada yang disebut dengan “kebetulan”.
Rasa penasaran, rasa tegang dan kadang senyum tak bisa saya tahan tatkala membaca cerita-cerita ini.
Cobalah mulai dengan membaca Noriyu yang cantik dan mempunyai Kuku Kelingking yang indah dan ia menyukai parfum dengan Aromamawar yang dihadiahi oleh kekasihnya seorang Penggali Makam dan seorang pembuat Kamar Anjing.
Dengarkanlah Panggilan Sasha si Anak Arloji; seorang gadis kecil yang imut yang dilahirkan dengan Pertaruhan nyawa.
Mari berjalan-jalan di Sepanjang Braga, di bawah Tetes Hujan Menjadi Abu sambil mendengarkan nyanyian Laut Lepas Kita Pergi yang disenandungkan oleh suara merdunya La Tifa.
Pulanglah kala matahari akan tenggelam! Jalan Teduh Menuju Rumah terbentang sepanjang kasih ibu. Dan bersimpuhlah di Wangi Kaki Ibu, karena di situlah Surga berada.
Kurnia Effendi lahir di Tegal. Jawa Tengah, 20 Oktober 1960. Ia seorang lulusan Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB. Namanya mulai dikenal publik sejak tahun 1978 ketika cerpen dan puisinya dimuat di media massa.
Karya-karyanya yang telah mencapai puluhan. Novel dan cerpen-cerpennya yang telah dibukukan adalah Senapan Cinta (Kata Kita, 2004), Bercinta di Bawah Bulan (Metafor Publishing, 2004), Aura Negeri Cinta (Lingkar Pena Publishing House, 2005), Kincir Api (Gramedia Pustaka Utama, 2005), Selembut Lumut Gunung (Cipta Sekawan Media, 2006), Burung Kolibri Merah Dadu, 2007 dan Interlude-Jeda (bersama Syafrudin Azhar, LPKP, 2007).
Beliau pun telah memenangi penghargaan lima besar Khatulistiwa Literaty Award 2006, atas karyanya Kincir Api.
Sekarang yang menjadi pertanyaan saya, kapankah buku yang berisi Kumpulan Cerpen dari sang Editor Anak Arloji ini terbit. Rasanya tidak sabar menunggu hingga waktu itu datang.
Untuk Mbak Endah Sulwesi, semoga buku kumcer-mu akan segera lahir menyemarakkan dunia sastra Indonesia khususnya dan dunia perbukuan umumnya.