Hari ini Putri Tangguk akan memanen sawahnya lagi. Sawahnya tidak besar, tapi hasilnya banyak sekali. Anehnya lagi, setiap habis dipanen, padinya selalu muncul dan siap untuk dipanen lagi. Tujuh lumbung milik Putri Tangguk pun hampir penuh menampung hasil panen.
Putri Tangguk hidup bersama suami dan ketujuh anaknya. Setiap hari ia dan suaminya pergi ke sawah untuk memanen padi. Hari ini adalah panen terakhir. Putri Tangguk mengajak semua anaknya. Setelah ketujuh Iambungnya penuh, ia bisa beristirahat untuk beberapa bulan ke depan. Putri Tangguk dan keluarganya memanen padi di sawah mereka. Hasil panen itu mereka masukkan ke gerobak besar.
?Nah, selesai sudah panen terakhir kita. Persediaan padi kita cukup untuk beberapa bulan,? kata Putri Tangguk. Mereka mendorong gerobak bersama-sama. Mereka senang memiliki sawah yang subur dan menghasilkan banyak padi.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba Putri Tangguk terjatuh. ?Aduuhh?,? teriaknya. ?Hati-hati Bu, semalam hujan deras sekali, makanya jalanan jadi licin,? kata suaminya sambil membantunya berdiri.
Cerita Rakyat Jambi Kisah Putri Tangguk
Cerita Rakyat Jambi Kisah Putri Tangguk
?Hujan tak tahu diri! Gara-garanya jalanan ini jadi licin. Bisa-bisa aku terjatuh lagi nanti. Bukankah perjalanan ke rumah masih jauh?? omel Putri Tangguk. Putri Tangguk lalu mengambil padi yang baru dipanen dan diserakkan di jalanan.
?Apa yang Ibu lakukan? Mengapa padi-padi itu dibuang?? tany anak sulungnya.
?Ibu bukan membuang padi. Ibu menyerakkannya supaya jalan ini tidak licin lagi. Padi ini kuanggap sebagai pengganti pasir.? jawab Putri Tangguk.
?Istriku? bukankah padi itu untuk kita makan? Rasanya tidak baik jika kita membuang-buang makanan,? nasihat suaminya.
?Ah? masa bodoh. Bukankah padi kita sudah banyak? Kau mau aku jatuh lagi dan tulangku patah?? jawab Putri Tangguk sambil terus menyerakkan padi-padinya. Suami dan anak-anaknya tak bisa membantah. Akhirnya padi di gerobak tinggal separuh.
Sejak panen terakhir itu, Putri Tangguk tak pernah lagi ke sawah. Ia lebih banyak berada di rumah, merawat anak-anaknya. Suatu malam, ketika Putri Tangguk tidur, anaknya yang bungsu merengek karena lapar. Putri Tangguk pergi ke dapur untuk mengambil nasi di panci.
?Aneh, kenapa panci ini kosong? Bukankah tadi masih ada sedikit nasi di sini?? katanya dalam hati. Karena si bungsu terus merengek, Putri Tangguk memutuskan untuk menanak nasi lagi. Putri Tangguk kembali terkejut. Beras yang disimpannya di kaleng juga lenyap tak berbekas. Ia ingat betul, sebelumnya di kaleng itu masih banyak beras.
?Ke mana perginya beras itu? Jangan-jangan ada orang yang men- curinya.? Putri Tangguk tak bisa berpikir panjang. Ia sangat mengantuk. Dibujuknya si bungsu untuk tidur. Besok, ia akan mengambil padi di lumbung clan menumbuknya menjadi beras.
Pagi pun tiba, ketika ia mendengar teriakan suaminga. ?Istriku.., is- triku? cepat kemari!? Putri Tangguk segera Iari keluar menemui suaminga yang sedang berdiri di depan pintu lumbung. Lumbung itu kosong melompong! Putri Tangguk menghampiri suaminya. ?Apa gang terjadi, Bang?? tanganya cemas. ?Aku tak tahu. Lumbung ini sudah kosong saat aku membukanya,? jawab suaminya. Putri Tangguk dan suaminya segera memeriksa lumbung yang lain. Mereka berdua terkulai lemas, karena mendapati semua lumbung telah kosong. Tak tersisa sebutir padi pun.
Putri Tangguk menangis ?Apa gang terjadi padaku? Sejak semalam sudah terjadi keanehan. Nasi di panci hilang. Beras di kaleng hilang. Sekarang padi di lumbung pun hilang.? Suaminya berusaha untuk menghibur, ?Jangan cemas istriku. Bukankah kita masih memiliki sawah? Ayo kita tengok, siapa tahu padinya telah menguning,? Dengan perasaan cemas, Putri Tangguk pun mengikuti suaminga ke sawah.
Tangis Putri Tangguk semakin keras saat melihat sawahnya. Sawah itu telah hilang dan berubah menjadi tumbuhan semak belukar. Putri Tangguk duduk bersimpuh di tanah, ?Apa maksud semua ini? Apa salahku?? ratapnya. Seharian itu Putri Tangguk menangis. Ia tak mau pulang. Ia mencemaskan anak-anaknya yang belum makan.
Ia bersikeras untuk menunggui sawahnya dan berharap keajaiban terjadi. Suaminya mengalah dan pulang ke rumah untuk menjaga anak-anaknya. Karena kelelahan, Putri Tangguk tertidur di sawah. Dalam mimpi, ia didatangi oleh segerombolan padi yang bisa berbicara. ?Hai Putri Tangguk, inilah buah kesombonganmu. Masih ingatkah kau ketika membuang kami begitu saja di jalanan?? tanya mereka. Putri Tangguk terkejut mendengar perkataan padi itu. Ia kemudian teringat perbuatannya. ?Kau telah menghina kami karena menjadikan kami pasir untuk alas jalanmu. Kami ini dipanen untuk dimakan, bukan untuk diinjak. Dengan membuang kami, berarti kau tak membutuhkan kami untuk makananmu,? kata padi-padi itu lagi.
Putri Tangguk diam tak menjawab. Ia menyesali kebodohannya membuang-buang padi di jalan. ?Tidak bisakah kalian memaafkanku?? tanya Putri Tangguk. ?Memaaafkan itu perkara yang mudah. Tapi kami tak bisa lagi seperti dulu, tumbuh dengan mudah di sawahmu. Sekarang kau dan keluargamu harus bekerja keras untuk mendapatkan kami. Bersihkan tanah ini dari semak-semak, bajaklah, dan tanamlah kami. Setelah tiga bulan, kau baru akan memanen kami. Demikian seterusnya,? jawab padi-padi itu. Putri Tangguk hendak menjawab ketika kemudian ia tersentak bangun dari tidurnya.
Lalu ia pulang ke rumah dan menceritakan mimpinya pada suaminya. Putri Tangguk sekeluarga bergotong-royong untuk menanam padi lagi. Dengan sabar mereka menunggu sampai padi itu siap dipanen. Sekarang, Putri Tangguk tak pernah menyia-siakan sebutir padi pun. Ia merawat sawah dan menjaga padinya dengan baik. Ia tak ingin menyesal untuk kedua kalinya. Meskipun keadaannya sekarang susah, Putri Tangguk bersyukur telah mendapat pelajaran berharga.
reff : https://agusfiroziakbar.wordpress.com/2015/05/30/kisah-putri-tangguk-jambi/
0 comments:
Post a Comment