Resensi oleh Noviane Asmara
Detail Buku:
Judul : Aggelos#2: TETRA MARS
Penulis : Harry K. Peterson
Penyunting: Nurani Mastura
Penyelaras Aksara: M. Eka Mustamar
ISBN : 978-979-433-617-
Tebal : 507 Halaman
Harga : Rp 84.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Mizan Fantas
Cetakan: I, April 2011
Lihatlah penamaan tokoh yang digunakan, yang sangat western. Setting pun diambil di negara luar, dengan mengangkat Te Anau―sebuah kota yang terletak di Selatan selandia baru, menjadi latar tempat berlangsungnya kisah fantastis ini. Kota yang digambarkan memiliki panorama yang indah bak surga dunia, di mana udara segar dan bersih masih bebas dihirup di sana.
Selain itu, kita pun akan diajak mengunjungi Paris―Kota Cinta yang memiliki Théâthe du châtelet, gedung megah tempat yang sangat prestisius di manasegala pertunjukkan besar berlangsung, walau hanya sebentar saja.
Di samping itu, kata-kata seperti; Man, Dude, Well, Buddy, Boys pun akan sering kita jumpai dalam kisah Cinta Terlarang yang megharu biru ini, layaknya sebuah novel terjemahan.
Dan hobi penulis sebagai gamer pun, bisa terlihat nyata di buku ini. Saat penulis dengan fasihnya menggambarkan kamar baru Daniel Scoot, salah satu tokoh Tetra Mars ini, sebagai kamar yang nyaman walau ukurannya tidak terlalu besar tetapi dilengkapi sebuah komputer dengan sambungan jaringan Internet supercepat dan sebuah TV layar datar yang berhubungan dengan home theatre serta Xbox 360 dan Wii. Deskripsi kamar beserta isinya ini, yang saya yakini mirip dengan kamar yang penulis ditinggali saat ini.
Buku setebal lima ratus tujuh halaman ini, menawarkan kisah fantasi yang tidak biasa. Dari penokohan yang dibuat pun sudah berbeda dengan tokoh fantasi yang sedang happening saat ini. Di sini Harry mencoba membawa para pembacanya berkelana di dua dunia. Dunia Dyfed―makhluk fana yakni manusia dan dunia Quierro―malaikat yang berada di Aenas Stone―Surga yang diperuntukkan bagi para malaikat.
Dari kisah ini pun kita akan tahu, bahwa malaikat pun memiliki tingkatan. Dari strata terendah sampai ke strata paling tinggi. Adalah Shefro yang merupakan strata terendah kaum malaikat. Shefro adalah malaikat yang dulunya seorang Dyfed. Mereka tidak mempunyai sayap dan harus puas hanya menjadi pelayan yang bertugas melayani Malaikat dengan strata di atasnya. Quierro, berada di tengah-tengah. Mereka adalah malaikat yang belum mempunyai sayap dan suatu saat akan bertranformasi menjadi Sprixie―golongan malaikat dengan tingkatan paling tinggi. Sprixie penjelmaan kesempurnaan malaikat. Mereka bersayap, mempunyai satu bakat spesial dan tentunya mempunyai kebebasan untuk memilih.
Memalui buku ini pula digambarkan bila malaikat tidak selalu baik dan suci. Beberapa di antara mereka pun mempunyai nafsu dan ambisi layaknya manusia.
Kisah ini terdiri atas dua bagian. Di mana penulis memakai sudut pandang ‘Aku’ untuk bercerita. Bagian yang mengisahkan Viola Mondru sang Dyfed dan Slaven Dulton si Quierro. Buku ini teramat memukau dan kita akan dengan mudah terhanyut dan melebur ke dalamnya. Seolah-olah kita menjadi bagian dari kisah fantastis ini.
Sungguh tidak berlebihanlah bila Truly Rudiono seorang Koordinator khusus Kerja sama Penerbit dan Toko buku dari Goodreads Indonesia memberikan kata pujian yang pas dan sangat mewakilkan isi buku ini.
“ ... sensasi berbeda di tiap lembarnya”
Karena memang seperti itu yang saya rasakan ketika membaca halaman demi halaman buku ini dalam durasi lima jam. Lima jam yang benar-benar menguras semua emosi saya. Jujur saya hanyut dan pasrah dengan alur yang mengalir cepat dan memukau. Tetapi bila saya diberikan peran sebagai Viola, jelas saya tidak akan memilih ending seperti yang Viola pilih.
Kata-kata seperti Venus dan Mars di sini pun, mengingatkan saya pada ucapan dalam seseorang di masa lalu yang terlambat saya mengerti. Dia berkata bahwa sampai kapan pun, Mars tidak mungkin bersatu dengan Venus. Karena berasal dari dunia yang berbeda. Dengan kata lain, kami menjalani hubungan yang tidak mungkin, hubungan yang mustahil untuk dijalin. Walau saya tidak tahu di mana letak kemustahilan itu.
Terima kasih pula buat Truly Rudiono dan Dion Yulianto yang sudah rela meminjamkan buku dengan kisah Cinta Terlarang yang terangkai menjadi kisah segi lima yang mengobrak-abrik perasaan.
Tanpa ragu, saya sematkan lencana bintang empat untuk buku yang berkover menawan dan tak kalah fantastisnya dengan cerita yang disajikan.
Four Choices...
One destiny...
Forbiidden to be real
Tiga kalimat yang tercetak di kover depan Tetra Mars ini, sangat menohok hati, bermakna dalam dengan penjabaran yang luas. Harry K. Peterson akan memainkan segala emosi kita. Bahkan saat kita baru saja memasuki halaman awal. Cinta, sakit hati, marah, iri dengki, benci, putus asa, dan dilema adalah emosi yang kental yang akan selalu mengikuti kita hingga berada pada bagian penutup.
Semua berawal dari kunjungan iseng Viola ke sebuah tenda berwarna kulit jeruk yang sempit dan bersuhu panas saat dirinya mendatangi Festival Balon Udara Te Anau.
Tenda yang ternyata menyediakan jasa meramal. Peramal cantik yang kemudian diketahui berasal dari Yunani itu menggunakan tulang sebagai media ramalnya, Viola yang entah didorong oleh kekuatan apa, tersihir untuk datang dan mencoba untuk diramal. Hasilnya... sungguh membuat dia ketakutan dan terjerambab pada kubangan mimpi buruknya.
“Aku melihat Venus dalam masa depanmu. Venus yang dikelilingi oleh empat Mars sekaligus”.
“Mungkin aku bisa menyebutnya ... Tetra Mars”.
Venus adalah lambang wanita dan Mars adalah lambang pria. Dua sisi yang sulit dipisahkan.
“Ini sungguh aneh”.
“Aku melihat tanda ‘terlarang’. Ada yang tidak baik dengan salah satu Mars-mu. Ini tidak boleh. Ini hal yang mematikan, kodrat yang terlarang untuk dijalani.
Kini, Viola Mondru harus menjalani kehidupannya dalam ketakutan dan keputusasaan yang luar biasa menyiksa. Menjalani takdirnya seperti yang disebutkan si peramal itu.
Slaven Dulton, sosok malaikat yang turun ke bumi dengan menjelma menjadi sosok rupawan dan mengikat janji dengan Viola
Jeff Luxe Baxter, sosok cowok keren teman sekolah Viola dan juga mantan Kapten Sexta Rugby, tim Rugbi di sekolahnya.
Daniel Scoot, sosok cowok yang sama kerennya, teman sekolah Viola dan juga Kapten Red Rugby, tim Rugbi di sekolahnya yang merupakan saingan Sexta Rugby.
Raphaël Girald, murid baru pindahan dari Prancis yang dianugerahi fisik sempurna dan langsung menjadi pujaan cewek-cewek di sekolah Viola sekaligus saingan para cowok-cowok di sekolahnya
Viola tetap setia menanti sang pujaan hati, Slaven Dulton, yang berjanji akan kembali pada dirinya tapi tak tahu kapan ia akan kembali.
Slaven harus kembali ke Surga karena ada urusan yang harus dia selesaikan. Dia dipanggil oleh dewan kehormatan Sprixie, menyangkut kehidupan masa depannya sebagai malaikat.
Di tengah penantian yang tidak pasti iru, Viola dirundung sepi yang menyayat dan keputusasaan yang hampir mengalahkan akal sehatnya karena merindukan Slaven.
Tapi hidup harus terus berjalan. Ia mulai membuka diri dan bersosialisasi dengan menerima pertemanan dari teman-temannnya dan juga beberapa cowok yang menawarkan cinta kepada dirinya.
Tapi semua yang dekat dengan Viola , selalu mengalami peristiwa mengenaskan, seolah dia adalah pembawa sial terhadap semua cowok yang mendekatinya.
Viola tidak tahan lagi. Di tengah kegalauan dan kesempatannya untuk memilih, dia memilih hal yang tidak pernah akan dipilih oleh siapa pun. Pilihan rumit dan menyakitkan saat semuanya harus berakhir.
Dan dia tidak pernah menyangka, bahwa Mars-nya yang yang dikelilingi kematian adalah sosok yang tidak pernah dia sangka sebelumnya. Sosok yang ternyata tidak seperti dugaannya, sosok yang menyimpan sejuta misteri dan terkuak di akhir cerita ini
Harry K. Peterson, pria kelahiran 21 September ini adalah seorang gamer yang hobi baca, menonton, travelling dan juga menggemari bahasa dan kebudayaan Negara asing. Tetra Mars adalah sekuel dari novel perdananya, Aggelos, yang juga diterbitkan oleh Penerbit Mizan Fantasi. Saat ini dia sedang menulis buku ketiga, bagian penutup Trilogi Aggelos.
Untuk mengetahui aktivitas penulis lebih jauh, bisa add akun facebook-nya atau dengan mem-follow twitter-nya di @harrydepeterson
0 comments:
Post a Comment