Resensi oleh Noviane Asmara
PROPHECY OF THE SISTERS
Penulis : Michelle Zink
Penerjemah : Ida Wajdi
Penyunting : Aisyah
Korektor : Tisa Anggriani
Tebal : 359 Halaman
Harga : Rp 68.500
Cover : Soft Cover
Genre : Dark Fantasy
Penerbit : Matahati
Cetakan : I, Maret 2011
Anak kembar selalu membuat saya takjub. Takjub karena mereka itu unik. Apalagi bila mereka adalah kembar identik. Dari segi fisik, semuanya sama. Postur tubuh, bentuk wajah bahkan kadang sampai kepada sikap dan hobi, walaupun hal-hal yang menyangkut kepribadian akan selalu berbeda.
Tapi ini bukanlah tentang cerita anak kembar yang biasa. Bbagaimana bila ada gadis kembar identik yang sifatnya saling bertolak belakang. Mereka berasal dari satu sel telur yang sama, lahir dari rahim yang sama pula, tapi ketika tumbuh dan berkembang, sifat mereka bagai kutub utara dan selatan. Menjadi dua sosok berbeda, sosok protagonist dan antagonis.
Dalam buku pertama seri Prophecy of the Sisters ini, dikisahkan dua gadis kembar identik berusia 16 tahun, Alice dan Amalia Miltrorpe.
Keduanya tumbuh dan besar bersama dibawah asuhan Bibi Virginia, saat sang Ibu yang merupakan kembarannya meninggal dunia.
Pada usia 16 tahun, kedua gadis kembar itu bersama adik lelaki mereka, Henry yang hidup mengandalkan kursi roda akibat kakinya yang lumpuh, menjadi yatim piatu. Ayah mereka, Thomas Milthorpe, meninggal dengan cara yang tidak wajar, seperti kematian Ibu meraka sebelumnya.
Kematian sang ayah, membawa banyak perubahan terhadap kehidupan Alice, Lia dan Henry Milthorpe.
Mendadak muncul tanda aneh di pergelangan tangan Lia, semacam tato timbul. Jorgumand. Tanda yang menonjol seperti parut luka, dengan pola yang membentuk garis tempat ular itu membelit diri ke tepian lingkaran hingga mulutnya memakan ekornya sendiri.
Kemunculan tanda ini disertai dengan munculnya beberapa kejadian janggal lainnya. Ditemukannya buku berkulit sejuk dan kering berhias rancangan mencetak pola figur-figur aneh dan sangat tua, di perpustakaan milik ayah mereka. Buku yang hanya berisi satu halaman saja, yang memuat tulisan berbahasa latin, yang akhirnya diketahui adalah sebuah ramalan kuno. Ramalan yang kelak menentukan takdir kehidupan si Kembar Milthorpe dan juga yang lainnya.
Melalui api dan harmoni, umat manusia bertahan
Hingga dikirimnya para Garda,
Yang mengambil istri dan kekasih dari seorang pria,
Menimbulkan kemurkaan-Nya
Cerita ini dimulai darr sini :
Dua saudari , terbentuk dari samudra bergelombang yang sama,
Yang satu sang Garda, yang lain sang Gerbang.
Yang satu penjaga kedamaian,
yang lain berukar sihir untuk pemujaan.
Tatkala para Saudari melanjutkan pertempuran
Hingga Sang Gerbang memanggil mereka kembali
Atau sang Malaikat membawa Kunci-Kunci menuju Neraka
Tentara, berbaris melalui Gerbang
Samael, sang Iblis, melalui sang Malaikat
Sang malaikat, hanya dijaga oleh perlindungan selubung halus
Emat tanda, Empat kunci, Lingkaran Api
Terlahir dalam napas pertama Samhain
Dalam bayangan Ular Batu Mistis dari Aubur
Biarkan Gerbang Malaikat mengayun tanpa Kunci
Diikuti Tujuh Tulah dan Tak Kembali
Kematian
Kelaparan
Darah
Api
Kegelapan
Kekeringan
Kehancuran
Rentangkan lenganmu, Nona Kekacauan
Malapetaka sang Iblis akan mengalir seperti sungai
Karena semuanya musnah saat Tujuh Tulah dimulai.
Ramalan tentang kehidupan dua gadis kembar yang diusir ke bumi. Ramalan itu seolah-olah menuntun dan menentukan kehidupan Alice dan Lia pada sebuah misteri dan dendam di masa lalu. Misteri yang telah ada beberapa ribu tahun yang lalu. Misteri yang merenggut kehidupan Ibu dan Ayah mereka, juga para saudari yang berkaitan dengan semua gadis kembar.
Sayangnya, sekarang Alice dan Lia berada di sisi yang berseberangan. Alice berada di sisi kelam, sisi yang telah dipilihnya. Alice yang sejak kecil telah menampakkan tanda-tanda itu. Tapi hal ini makin menjadi setelah kematian ayahnya. Sifat misterius dan bengisnya semakin terlihat. Sedangkan Lia berada di sisi satunya. Dan berniat menyelamatkan dunia semampu yang ia bisa lakukan dengan dukungan teman-temannya. Lia bertekad untuk mengakhiri ramalan itu.
Lia harus terus berjuang dan juga terus mendapatkan teror. Tapi ia tetap bertahan, walau hal itu kadang membuatnya hampir putus asa dan nyaris gila. Bagaimana tidak? Lia harus melawan adik kembarnya sendiri, adik yang telah bersama-sama dengan dirinya bahkan sejak dalam rahim Ibu mereka.
Lia bersama dua orang sahabatnya, Sonia Sorrensen dan Luisa Torelli, secara perlahan-lahan menyingkap selimut misteri yang sangat gelap yang awalnya datang dari sebuah pengkhianatan.
Dan Alice, memilih takdirnya sebagai orang yang melawan Lia. Semua ini ia lakukan karena dendam, ia merasa bahwa seharusnya ialah yang berada di posisi Lia saat ini, bukan Lia yang dalam pandangan Alice sudah merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya.
Lembar demi lembar yang kita baca, menyuguhkan ketegangan dan sensasi yang berbeda. Rasa marah, takut, dendam dan juga cinta, turut hadir menguras emosi para pembaca. Kita tidak disajikan kisah dark fantasy dengan endingnya biasa saja. Tetapi kita akan terhanyut di dalamnya, seolah-olah kita ikut mengembara bersama Lia, dengan merasakan kepedihannya dan rasa dilema untuk memilih. Kita juga akan ikut merasakan sakit hati yang dalam yang diderita Alice.
Kesedihan pun terurai panjang di sini. Bagaimana tatkala Alice dan Lia sekali lagi harus melihat kematian orang yang mereka berdua cintai mati, hanya karena keegoisan mereka.
Endingkisahnya, sungguh mengejutkan, tetapi jujur saya menyukainya, walaupun pada awalnya sulit untuk menerimanya. Saya yakin, buku sekuelnya yang berjudul Guardian of the Gate, akan sama memukaunya dengan buku ini, bahkan mungkin lebih. Begitu juga harapan saya untuk buku ketiganya Circle of Fire.
Michelle Zink tinggal di New York bersama keempat anaknya. Dia selalu terpikat pada mitos dan legenda kuno, serta tak pernah berhenti mempertanyakannya. Tetapi ketika dia menemukan jawaban atas apa yang dicarinya, lahirlah sebuah kisah. Prophecy of the Sisters adalah salah satunya.
Untuk mengenal Zink lebih lanjut dan mengetahui karya lainnya, dapt mengunjungi situs wednya di: www.michellezink.com
0 comments:
Post a Comment