Detail Buku: Judul : GADIS KOREK API
Penulis : H. C. Andersen
Penerjemah: Ambhita Dhyaningrum
Penyunting: Jia Effendie
Pewajah Isi: Hadi Mafhudin
ISBN : 978-979-024-462-7
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 267 Halaman
Harga : Rp 35.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan: I, Maret 2011
Gadis kecil itu membawa banyak korek api di dalam celemek lusuhnya dan menggenggam sekotak di tangannya. Tidak seorang pun membeli korek apinya hari itu, tidak ada yang memberikan sekeping uang padanya. Gadis kecil malang itu kelaparan dan menggigil kedinginan.
Gadis kecil itu menemukan sebuah sudut antara dua rumah yang berdekatan. Di sana dia duduk meringkuk, menyembunyikan kakinya di bawah tubuhnya karena udara menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Dia tidak berani pulang karena belum satu pun koreknya yang terjual dan dia belum berhasil mendapat uang sepeser pun. Ayahnya akan memukulnya jika mengetahuinya.
Gadis kecil itu mengeluarkan sebatang korek api dan menggoreskannya di dinding untuk menghangatkan jemarinya.
Cres!
Alangkah indah percikannya! Alangkah indah nyala apinya!
Tiba-tiba ia duduk di depan tungku besar dengan penyangga kuningan yang mengilap. Api cantik menyala-nyala itu terasa menghangatkan tubuhnya.
Api itu padam. Dan tungku pun lenyap.
Cres!
Gadis itu menyalakan korek apinya untuk yang kedua kali.
Tiba-tiba ia berada dalam ruangan dengan sebuah meja yang dilapisi kain seputih salju serta perkakas keramik cantik. Angsa panggang lengkap dengan hiasan apel serta manisan buah plumnya, tampak mengepul.
Lalu, korek apinya padam. Menyisaka tembok hitam yang tebal.
Itulah sepenggal cerita tentang Gadis Korek Api. Cerita yang teramat singkat dan berakhir dengan kesedihan.
Cerita yang sangat menyentuh hati tentang perjuangan seorang gadis kecil penjual korek api di tengah musim dingin di penghujung tahun. Ia terus berusaha menjualnya kepada setiap orang, dengan bertelanjang kaki, melawan hawa dingin dan rasa lapar demi mendapatkan sekeping uang.
Tapi pengorbanannya, berakhir dengan duka. Malam tahun baru yang harusnya dia nikmati dengan sejumput kehangatan dan kasih sayang sebuah keluarga, dia malah berkubang dengan segala derita dan nestapa dalam balutan rasa dingin yang menggigit dan lapar yang menyergap.
Buku Gadis Korek Api ini, berhiaskan sepuluh dongeng yang menawan buah pena Hans Christian Andersen.
Dongeng-dongeng yang tersaji di dalamnya adalah dongeng yang klasik, dongeng yang telah kita dengar dan baca berulang-ulang sejak kita kecil.
Bahkan beberapa dongengnya sudah pernah difilmkan dengan beragan versi. Walau begitu, membaca dongeng racikan H.C. Andersen ini, pastinya tidak akan membuat kita bosan. Karena dongeng ini begitu indah dan hidup.
Tokoh-tokoh yang ditampilkan oleh H.C. Andersen di setiap cerita dongengnya, begitu cepat melekat di hati dan pikiran kita. Dan dongeng-dongeng itu akan tetap abadi dan akan selalu dikenang sampai kapan pun.
Buku setebal 267 halaman ini, memuat sepuluh judul dongeng dengan kisah-kisah menawan dan memesona yang bervariasi. Kisah yang langsung melepaskan semua imajinasi kita melanglang buana kea lam khayal yang memukau.
Sebagai pembuka, kita akan disuguhi dengan cerita yang tidak asing lagi untuk kita. Kisah Cinta Putri Duyung Kecil. Dongeng yang mengisahkan tentang seorang Putri Duyung Kecil yang pada usianya kelima belas, bisa menyaksikan kehidupan di atas permukaan laut. Tapi tidak seperti kelima kakak-kakak perempuannya, Putri Duyung Kecil ini tergoda untuk menjadi manusia. Dengan bantuan seorang penyihir, akhirnya dia pun mempunyai sepasang kaki yang harus dia tebus dengan suara indahnya dan derita sepanjang dia menjadi manusia.
Duyung Kecil rela mengobankan semuanya demi menemui pangeran manusia yang tampan yang pernah dia selamatkan dari amuk badai di tengah lautan. Tapi sayang, cintanya tak tersampaikan. Dia pun harus merelakan dirinya menjadi buih akibat cinta yang tak terbalaskan.
Kemudia ada dongeng Angsa-Angsa Liar yang menawan, dongeng Sang Putri Sejati yang mengejutkan.
Dongeng Thumbelina si peri bunga yang cantik dan mungil, lalu dongeng Burung Bulbul yang cerdas, juga kisah Gadis Korek Api yang menjadi judul buku ini.
Ada pula dongeng Ratu Salju: Dongeng dalam tujuh kisah. Dongeng yang kisahnya diceritakan dalam tujuh cerita yang saling terkait indah.
Dongeng yang menggelikan dan membuat kita tertawa pun ada, yaitu kisah Baju Baru Kaisar. Kisah yang sungguh sarat dengan makna. Penuh dengan sindiran dan kebohongan yang akhirnya harus terboongkar dengan cara yang sangat memalukan.
Dongeng tentang Kisah Rembulan pun begitu memukau dan ini menjadi dongeng favorit saya. Dongeng di mana sang Rembulan menceritakan perjalanannya setiap malam, dari negeri satu ke negeri lainnya dengan kejadian dan karakter yang berbeda-beda di setiap malamnya.
Dan sebagai penutup, dongeng Anak Itik Buruk Rupa pun disajikan di akhir buku ini.
Kesepuluh dongeng di atas, banyak mengusung pesan moral dan sarat dengan nasihat.
1. Kita tidak boleh menyerah dengan keadaan seburuk apa pun itu.
2. Kita harus memikirkan masak-masak setiap tindakan dan keputusan yang akan kita ambil agar tidak merugikan diri kita dan orang lain. Dan agar keputusan itu tidak akan membuat kita menyesal selamanya.
3. Jangan mudah percaya pada orang lain hanya karena kita menginginkannya.
4. Selalu bersikap waspada dan hati-hati terhadap segala hal
5. Jangan menyesali diri akan segala kekurangan yang ada pada diri kita, tapi jadikan kekurangan itu menjadi sebuah kelebihan yang bisa kita banggakan.
6. Rasa persahabatan dan persaudaraan jangan sampai terpecah dan retak, hanya karena mengikuti pengaruh buruk. Karena rasa sayang yang terpatri kuat, akan selalu menjaga persahabatan selamanya.
Andersen lahir di kawasan kumuh kota Odense, Denmarrk bagian selatan, pada 2 April 1805. Ayahnya, Hans Andersen adalah seorang pembuat sepatu yang miskin dan buta huruf yang merasa dirinya masih keturunan bangsawan. Sedangkan ibunya Anne Marie Andersdatter, bekerja sebagai buruh cuci.
Walau besar dalam lingkungan yang miskin, sejak kecil Hans Christian Andersen sudah mengenal berbagai cerita dongeng. Ia juga akrab dengan pertunjukkan sandiwara. Kendati tak mengenal bangku sekolah dan percaya takhayul, sang ibunya yang membuat H.C Andersen berkenalan dengan certa-cerita Rakyat.
Di kemudian hari, H.C. Andersen sempat melukiskan sosok sang Ibu dalam berbagai novelnya, misalnya dari cerita yang berjudul Hun Duede Ikke. Sayang Ibunya belakangan terjebak menjadi seorang pemabuk berat sebelum wafat pada 1833 di sebuah panti jompo.
Ayahnya seorang pencinta sastra. Lelaki itu kerap mengajak Hans menonton pertunjukkan sandiwara. Dalam otobiografinya, The True Story of My Life yang terbit pada tahun 1846, H.C. Andersen menulis, "Ayah memuaskan semua dahagaku. Ia seolah hidup hanya untukku. Setiap Minggu ia membuatkan gambar-gambar dan membacakan certa-cerita dongeng. hanya pada saat-saat seperti inilah aku melihat dia begitu riang, karena sesungguhnya ia tak pernah bahagia dalam kehidupannya sebagai seorang pengrajin sepatu". Pada tahun 1816 ayah H.C Andersen meninggal.
Sikap dan pengalaman dari orang tua itulah yang membuah H.C. Andersen tertarik dengan dunia mainan, cerita, sandiwara termasuk karya William Shakespeare. ( Sumber Wikipedia)