Situs yang konon tertua di dunia sisa kejayaan Kerajaan Sriwijaya itu berada di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar, Riau. Bila berkesempatan berkunjung ke negeri Melayu ini, rasanya tidak lengkap bila tidak mampir ke sana. Selain untuk menikmati keindahannya boleh juga untuk menyibak tabir peradaban besar masa lampau yang terpahat dan terukir di sana.
Pusat kompleks Candi Budha Muara Takus terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar yang jaraknya sekitar 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau. Lewat darat perjalanan bisa ditempuh sekitar dua setengah jam. Mudah dijangkau, karena lokasi candi tidak terlalu terpencil.
Jarak kompleks candi dengan pusat Desa Muara Takus sendiri sekitar 2,5 km, tidak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan. Dan dari jalan lintas Riau-Sumatra Barat dapat ditempuh dengan jarak sekitar 19 km.
Di sepanjang jalan menuju pusat candi akan tampak tebing-tebing perbukitan yang hijau oleh rimbunan pohon hutan tropis.
Gugusan kompleks candi yang pertama kali ditemukan Cornet D Groot pada tahun 1860 ini pun sungguh unik. Berbeda dengan candi di Pulau Jawa seperti Candi Borobudur, Prambanan dan lainnya. Kompleks candi dikelelinggi pagar tembok berukuran 74x74. Masih di sekitar candi terdapat bentangan areal tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 yang berujung hingga ke pinggiran sungai.
Nama Muara Takus mungkin belum sepopuler saudaranya candi Borobudur, Prambanan. Akan tetapi nuansa sejarah yang ditawarkan tidak kalah menariknya.
Fatimah, 26, salah seorang pemandu wisata mengatakan sejak tiga tahun terakhir, candi Muara Takus tidak saja dikunjungi pelancong-pelancong lokal namun ratusan umat Budha dari sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Taiwan, Vietnam dan India juga banyak yang datang.
''Kunjungan wisatawan ke Candi Muara Takus mulai meningkat. Pada 2009, lebih dari 1000 wisatawan yang berkunjung ke sana," ujar Fatimah.
Dalam sejarahnya, Desa Muara Takus sebelum menjadi pusat pengajaran agama Budha, merupakan sebuah daerah yang dulunya sempat disingahi pelaut-pelaut dari Kerajaan Sriwijaya dengan menyusuri Sungai Kampar Kanan.
Pertemuan antarbudaya pun terjadi hingga akhirnya didirikanlah Candi Muara Takus untuk tempat peribadatan. Secara fisik keberadaannya berbeda dengan candi di Jawa umumnya. Material batu bata lebih mendominasi daripada batu kali yang ada seperti candi di Jawa.
Meski demikian Candi Muara Takus masih terus menyimpan keagungan masa lalu. Mahligai Stupa, Palangka serta Candi Bungsu yang menjulang di tengah komplek serasa memiliki kesakralan dan mengundang setiap orang yang menatapnya untuk berlama-lama di sana.
Sumber: Media Indonesia
Foto: Bagus H. Pratomo (MI)
0 comments:
Post a Comment