Bangunan Lawang Sewu di Semarang selalu identik dengan citarasa horor. Padahal, bila ditilik dari kesejarahannya, tempat ini menyimpan banyak kisah, baik tentang sejarah perkeretaapian maupun perjuangan membela tanah air Indonesia.
Pada Jum'at 17 Juni 1864, di Desa Kemijen, Semarang, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele melakukan pencangkulan pertama pembangunan jalur kereta api. Pembangunan jalur kereta api ini diprakarsai perusahaan kereta api bernama Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij" (NV. NISM).
Setelah pembangunan berjalan sekitar tiga tahun, jalur kereta api ini sudah bisa difungsikan untuk melayani rute Semarang-Desa Tanggung yang berjarak tak lebih dari 26 kilometer. Setelah pembangunan jalur itu, perkembangan jalan kereta api di Indonesia kemudian meningkat dengan pesat. Hingga 1900, panjang jalur kereta api mencapai 3.338 km.
Guna melaksanakan pekerjaan administratif NV.NISM, Sloet Van Den Beele memerintahkan membangun sebuah gedung yang akan digunakan sebagai kantor jawatan kereta api pertama tersebut. Di tunjuklah Ir. P. de Rieut sebagai arsitek bangunannnya. Namun sayang hingga sang jenderal meninggal dunia, pembangunan belum juga terlaksana.
Prof Jacob K Klinkhamer dan Bj Oudang kemudian dipercaya pemerintah Belanda untuk melanjutkan rencana pembangunan gedung tersebut. Akhirnya lokasi gedung dipilih di sekitar kawasan Wilhelmina Plein sekarang bernama kawasan Tugu Muda. Inilah awal mula Lawang Sewu memberi warna dalam lansekap Kota Semarang.
Pembangunan pun dimulai pada 1904. Selang tiga tahun, bangunan pun resmi digunakan sebagai kantor NV NIS. Bagian depan gedung ini diapit dua menara, di belakang keduanya, Bangunan ini berdiri memanjang bak sepasang sayap.
Lawang Sewu merupakan gedung dengan arsitektur perpaduan Indische dengan keunikan lokal. Material-material penting bangunan ini didatangkan langsung dari Eropa. Kaca mozaik yang mengiasi interior bangunan ini pun menampilkan keindahan yang membuat kagum.
Lawang Sewu merupakan nama yang diberikan masyarakat Semarang yang berarti "Pintu seribu". Nama ini disematkan karena begitu banyak jumlah pintu dan lubang yang ada dibangunan itu. Gedung ini dibuat dengan pendekatan terhadap kondisi iklim setempat yang beriklim tropis.
Sentuhan seni yang tertuang membuat gedung ini tetap terlihat anggun meski sudah berusia uzur. Kemegahan dan keindahan bangunan Lawang Sewu telah membuat decak kagum banyak orang, karen ini jugalah julukan Mutiara dari semarang disematkan. Lawang Sewu kemudian menjadi landmark Kota Loenpia ini.
Memasuki masa kemerdekaan Bangunan yang menganut gaya Romanesque Revival ini beberapa kali berpindah tangan. Mula-mula dimanfaatkan sebagai kantor Perusahaan jawatan kereta Api (PJKA) milik Indonesia.
Lawang Sewu kemudian pernah digunakan Kodam IV Diponegoro sebagai Kantor Badan Prasarana. Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah juga pernah bermarkas di sini.
Sejarah pun mencatat, di gedung ini menjadi saksi peristiwa heroik yang dikenal sebagai "pertempuran lima hari Semarang". Kontak senjata terjadi antara Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) dengan Kempetai dan Kido Buati Jepang.
Pertempuran yang berlangsung 14-19 Oktober 1945 itu telah menggugurkan banyak pejuang. Beberapa jasad yang gugur dimakamkan di halaman gedung ini, namun pada 1975 makam mereka dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal.
Dengan semua keindahan arsitektur dan perjalanan sejarahnya yang panjang, kini Lawang Sewu menjadi daya tarik banyak orang yang ingin melihat dan mencari tahu serpihan perjalanan yang mewarnai kota Semarang di gedung ini. Sebagai sebuah gedung tua bersejarah, Lawang Sewu masuk ke dalam bangunan yang harus dilindungi sesuai SK Wali Kota No 650/50/1992.
Bertandang ke Semarang, tak lengkap merasakan nuansa Lawang Sewu, yang menyimpan lebih dari seribu misteri.
sumber: http://cybertravel.cbn.net.id/cbprtl/cybertravel/detail.aspx?x=Time+Traveller&y=cybertravel|2|0|3|2683
0 comments:
Post a Comment