Seekor kancil hidup di tepi hutan. Ia suka makan buah-buahan, akar-akaran dan tunas pohon. Namun ia lebih menyukai sayuran di ladang pak tani.
Pada suatu hari kancil pergi ke ladang pak tani. Ia melihat ketimun yang sudah siap dipetik. Ia langsung mengambil sebuah dan memakannya. Ia lalu berjalan untuk mengambil sebuah lagi, namun kakinya terkena jerat. Ia meronta dan menarik-narik jerat itu namun tak berhasil melepaskan diri.
Kemudian ia melihat pak tani mendekat. Ia lalu berbaring di tanah dan mengakukan badannya seolah-olah mati.
Pak tani menyentuh tubuh kancil dengan kakinya. Kancil tak bergerak. Pak tani pun melepaskan jerat dari kaki kancil dan melemparkan tubuh kancil ke luar ladang. Begitu tubuhnya menyentuh tanah, kancil melompat dan lari.
Di belakangnya kancil mendengar pak tani berteriak, “Dasar nakal, dia menipuku!”
Beberapa hari kemudian kancil kembali pergi ke ladang. Ia ingin makan ketimun lagi. Ia melihat pak tani berdiri di sudut ladang. Ketika ia perhatikan ternyata itu bukan pak tani tapi orang-orangan sawah.
“Hanya boneka!” kata kancil. “Pak tani bodoh, ia mengira aku takut kepada boneka ini? Akan kutunjukkan betapa takutnya aku!”
Kancil menghampiri orang-orangan sawah itu dan memukulnya keras-keras. Namun tangannya menempel pada orang-orangan sawah. Pak tani telah melumuri boneka itu dengan getah karet yang lengket.
“Lepaskan aku!” kata kancil. Ia meronta-ronta. Kemudian ia mendorong boneka dengan tangan yang sebelah lagi. Tangan itu juga menempel pada orang-orangan sawah.
Kancil terus meronta, dan akhinya ia mendorong boneka itu dengan kedua kakinya. Kakinya juga menempel. Ia terperangkap.
Kemudian ia melihat pak tani, ia mencoba mencari akal agar dapat meloloskan diri, namun gagal.
“Kau baik sekali mau datang lagi,” kata pak tani.
Ia melepaskan kancil dari orang-orangan sawah dan membawanya pulang. Pak tani mengurung kancil dalam sebuah kandang ayam kosong di halaman rumah.
“Kau tunggu di sini aja,” kata pak tani, “Besok kau akan menjadi makan malam kami.”
Kancil tidak dapat tidur. Ia mencari-cari akal untuk melarikan diri, namun tak satu gagasan pun muncul di kepalanya. Saat matahari terbit, kancil berbaring putus asa.
“Wah, wah, si kancil. Kau tertangkap juga akhirnya!”
Itu suara anjing peliharaan pak tani.
“Apa maksudmu? Pak tani tidak menangkapku.”
“Lalu kenapa kau ada di dalam kandang ayam?”
“Karena tidak ada kamar kosong di rumah. Kau tahu, pak tani mengadakan pesta besok. Aku akan menjadi tamu kehormatan.”
“Kau, tamu kehormatan?” kata anjing. “Aku telah bertahun-tahun mengabdi padanya dan kau cuma pencuri. Seharusnya akulah yang menjadi tamu kehormatan!”
“Benar juga,” kata kancil. “Kalau begitu, kau gantikan aku saja di sini. Jika pak tani melihatmu di sini, kaulah yang akan dijadikan tamu kehormatan.”
“Kau tidak keberatan?” tanya anjing.
“Tentu saja tidak. “
Sang anjing mengucapkan terima kasih berkali-kali kepada kancil.
Maka anjing itu mengangkat kandang ayam dan membiarkan kancil keluar, kemudian ia sendiri masuk ke dalamnya.
Kancil lari ke tepi hutan. Ia mengamati rumah pak tani. Ia melihat pak tani mendekati kandang ayam dan kemudian ia mendengar pak tani berkata.”Kau anjing bodoh. Kau melepaskan kancil.”
0 comments:
Post a Comment