Dulu, aku berpikir bahwa semua pemilik sawah boleh disebut gogol. Ternyata tidak demikian. Setidaknya, ini adalah yang terjadi di wilayah sekitar Gempol, Pasuruan.
Pas terlibat di salah satu riset aksi partisipatoris, saat lowong kugunakan untuk ngobrol dengan Pak Kepala Dusun. Waktu itu ia menyebut-nyebut soal orang yang berpredikat gogol di dusunnya, Namun tidak punya sawah. Bagiku ini unik. Lantas pembicaraan soal ini kudetilkan.
Kata pak Kepala Dusun, jumlah pemilik sawah di dusun A, Gempol, Pasuruan adalah 641 orang. Jumlah gogol adalah 46 orang. Jumlah gogol tanpa sawah: 20 orang. Lahan satu gogolan adalah 400 bata (6000 meter persegi). Namun praktiknya, lain desa lain luasannya.
Jadi, dari 641 orang pemilik sawah di dusun A, yang tergolong gogol hanya 46 orang. Itu pun tidak semuanya memiliki sawah. Kok bisa?
Begini cerita si bapak yang sudah lebih dari 30 tahun menjabat kepala dusun tersebut. Gogol adalah predikat untuk para pemilik sawah gogol di zaman dahulu. Sawah gogol ini sangat istimewa. Hasilnya pasti melimpah karena paling dekat dengan sumber air. Pada zaman dulu, orang yang menyandang predikat gogol pasti terpandang dan biasa mendanai pembangunan, karya-karya dan pergelaran di desa, lebih banyak daripada penduduk pada umumnya.
Sebutan gogol ini turun-temurun. Namun hanya keturunan laki-laki yang berhak mewarisi predikat gogol. Itu pun satu keluarga diambil satu orang.
Pada tahun 1980-an, para pemilik sawah gogol berinisiatif membuat kas gogol dengan cara memotong sawah masing-masing seluas 60 meter, sampai akhirnya ngumpul di satu tempat. Sawah kas orang-orang Gogol di dusun A ada di beberapa tempat. Kalau dulu, sawah kas gogol ini dikelola panitia yang terdiri dari orang-orang gogol. Yang menggarap bergantian satu sama lain dengan cara dilotre. Namun lama-lama, ini dianggap memberatkan sehingga pada tahun 1989 mereka bersepakat untuk menyewakan saja sawah kas gogol.
Perkembangan industri di wilayah Gempol sedemikian pesat. Industri-industri skala besar bertumbuh. Kebijakan pertanian yang tidak berpihak kepada petani membuat para petani jatuh miskin dan berkeputusan untuk menjual sawah-sawah mereka kepada para pengusaha. Orang-orang yang memiliki gelar gogol pun tak ketinggalan menjual sawah-sawah mereka. Sehingga, terdapat para gogol yang tidak punya sawah. Namun yang namanya predikat gogol tetap saja melekat. Maka, dari 46 gogol yang ada di dusun A, terdapat 20 gogol yang tidak punya sawah. Namun mereka masih memiliki hak atas tanah kas gogol.
Kini, banyak di antara para gogol yang tidak punya sawah mendesak agar tanah kas gogol dijual saja. Konflik-konflik mulai tumbuh di dusun. Ini memerlukan penanganan serius dengan kepala dingin dan hati jernih.*
0 comments:
Post a Comment