TANG LEBUN
Penulis : A. Yurisaldi
Penyunting : M. Husnil
Pewajah Isi : Alie
ISBN : 979-111-221-5
Tebal : 323 Halaman
Cover : Soft Cover
Penerbit : Pustaka Rahayu
Cetakan I: 2012
Tang Lebun. Begitulah novel ini diberi judul. Begitu asing kedua kata itu di telinga kita. Dan pasti akan menggugah rasa penasaran kita terhadap makna dari Tang Lebun ini.
Novel Tang Lebun ini adalah sebuah novel dengan cerita yang sederhana. Tidak banyak tokoh yang berseliweran di novel ini. Tetapi kita akan menemukan sesuatu yang lain yang jarang sekali kita temukan di novel lainnya.
Seperti kebanyakan novel pada umumnya, kali ini A. Yurisaldi sang penulis juga mengusung tema percintaan―tema yang kerap menghiasi isi novel-novel pada umumnya. Hanya saja, ada hal yang menarik yang menjadi latar belakang cerita cinta ini. Hal dari yang berbau terorisme, radikalisme dan magis hingga hal yang membawa kita menelusuri kehidupan masa lalu di zaman Kerajaan Majapahit.
Saat kita sampai kepada pertengahan buku, kita akan mengira bahwa cerita ini akan segera berakhir, tapi ternyata tidak. Sang penulis tidak mengizinkan kita berhenti di tengah-tengah dengan akhir cerita yang sudah dapat kita perkirakan. Tetapi penulis terus membawa kita ke dalam khazanah pengetahuan yang terus membuat kita tecengang.
Penulis menunjukkan kemampuannya dalam mengurai permasalahan seputar agama. Dengan gamblang dia berhasil menjawab pertanyaan yang saya yakin menjadi pertanyaan kita para pembaca. Kita tidak akan merasa digurui atau diceramahi ketika membaca pembahasan tentang segala kehidupan yang terjadi di sekitar kita yang dikaitkan dan dipaparkan menurut sudut pandang agama―dalam hal ini Alquran dan hadis.
Pembahasan yang disuguhkan dalam bentuk tanya jawab antara Mona dan Heru di dalam Tang Lebun ini, membawa kita para pembaca, seolah-olah kita berada di sana, menyaksikan langsung betapa menarik dan serunya bahasan-bahasan relevansi antara kebiasaan dan perilaku yang selama ini melarang kita untuk tidak melakukannya karena dianggap tabu, tidak baik bagi kesehatan atau karena larangan agama. Yang dijelaskan secara logis lewat sisi medis dan agama.
Terkisah Delilah Ratri Sugondo yang akrab dipanggil Del, seorang wanita matang dengan pemikiran modern walaupun dididik dengan cara kolot karena latar belakang keluarga besarnya yang berasal dari keluarga priyayi.
Kehidupan Del yang sedang berada di puncak karier sebagai staf kementerian luar negeri, tiba-tiba berubah saat ia mendapatkan kabar tentang kematian Eyang Putrinya. Dari sinilah, kisah Del dan semua hal yang berkaitan dengan Del dimulai.
Del, sampai usianya menginjak kepala tiga belum juga menikah. Bukan karena tidak ada lelaki yang mendekatinya, tetapi karena Del telah ditakdirkan berjodoh dengan lelaki yang mempunyai pusaka yang bisa menyeimbangkan pusaka yang Del miliki. Keris patrem warisan dari Eyang putrinya.
Kebanyakan lelaki yang mendekati Del, berakhir dengan kematian yang mengenaskan. Adalah Herman, suami dari sahabatnya, yaitu Mona, yang akhirnya dapat menyingkap semua tabir yang selama ini menyelimuti kehidupan Del, dirinya dan Mona, istrinya.
Kisah ini semakin terasa seru saat kita menapaki bagian kilas balik ke zaman kerajaan Majapahit. Sesaat akan terasa kita seakan membaca cerita epik Majapahit, sampai akhirnya kita kembali di bawa ke Jakarta, di mana lokasi Tang Lebun itu dikisahkan.
Bukan hanya kisah Del yang menarik untuk ditelusuri, tetapi kisah sahabat Del, Mona yang kisah hidupnya jauh lebih menarik dari Del.
Dan tepat rasanya saat penulis menghadirkan tokoh Heru yang melengkapi kesempurnaan cerita Tang Lebun ini. Heru yang digambarkan sebagai sosok dokter yang mumpuni di bidang agama, menjadi penyeimbang atas kisruh, intrik jahat dan rahasia-rahasia kelam yang mewarnai novel ini.
Bagaimana dengan kisah cinta Del. Siapakah lelaki yang berhasil mengalahkan keris patrem pusaka yang dimiliki Del. Siapakah sejatinya Heru dan bagaimana dengan nasib Herman yang juga adalah suami Mona.
Jawabannya silakan temukan pada buku dengan tebal 323 halaman ini.
Saya sebagai pembaca salut atas kerja keras sang penulis saat menulis buku Tang Lebun ini. Karena bukan hanya imajinasi yang diperlukan di sini. Tetapi penulis harus mengadakan riset yang mendalam tentang asal-usul pusaka wanita Majapahit, riset tentang terorisme dan radikalisme yang sekarang sedang marak berkembang juga riset untuk menjelaskan keterkaitan antara larangan agama dan penjelasannya secara medis.
Kita tidak akan bosan dengan cerita yang disajikan, karena alurnya mengalir dengan rapi. Hanya saja, Del sebagai tokoh utama, perannya terasa tergeser oleh Mona yang bukan tokoh utama tetapi hampir memegang semua kendali atas cerita Tang Lebun ini.
Di dalam penulisan buku ini pun banyak ditemukan typo, yang sedikit mengurangi kenyamanan saya dalam membaca buku ini.
Misalnya kata napas yang tertulis nafas, menghunjam yang tertulis menghujam, cokelat yang tertulis coklat, menelepon yang tertulis menelpon, bertualang yang tertulis berpetualang dan masih banyak lagi. Juga ketidak konsistenan penggunaan kata. Contoh penulis menggunakan kata capai untuk menggambarkan perasaan lelah, tetapi pada bagian lainnya, penulis menggunakan kata capek untuk penggambaran perasaan lelah tersebut.
Arman Yurisaldi adalah dokter ahli saraf yang saat ini sedang meneruskan pendidikan doktoral (S3) jurusan ilmu kedokteran dan kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Lahir di Malang, 16 September 1973. Kecintaannya terhadap profesinya sebagai seorang dokter saraf dalam dunia tulis-menulis, telah ia buktikan dengan diterbitkannya sejumlah buku non fiksi tentang saraf. Kepiawaian dalam menulis buku fiksi pun telah ia buktikan dengan hadirnya novel Oh Matryoshka dan Tang Lebun. Selain menulis, ia pun aktif menjadi pembicara di media dan menulis artikel saraf di majalah-majalah. Saat ini ia menetap di Jakarta bersama istrinya yang juga seorang dokter dan kedua anaknya.